Thursday, January 28, 2010

BAB AIR DAN BERSUCI


Thaharah (bersesuci) adalah salah satu pekerjaan dari 5 hal berikut ini :

(a) menghilangkan hadats dengan cara wudlu dan mandi besar

(b) menghilangkan najis, misalnya istinja’/cebok dengan menggunakan air, atau membasuh baju yang terkena najis

(c) yang semakna dengan menghilangkan hadats, seperti tayammum (karena sebenarnya hadats tidak hilang dengan bertayammum)

(d) semakna dengan menghilangkan najis, seperti istinja’ dengan batu (karena bekas najis pasti masih ada)

(e) seperti menghilangkan hadats, misalkan mandi-mandi sunnah.

1. Air

Menurut hukum penggunaannya, air dibedakan menjadi dua :

A. Air suci dan mensucikan (air muthlaq / air murni).

Seperti air sumur, air laut, dsb. Air murni bisa digunakan untuk bersesuci. Namun, air musyammas (panas terkena matahari), atau air yang sangat panas, atau air yang sangat dingin, makruh untuk digunakan bersesuci.

Air murni tidak bisa lagi digunakan untuk berwudlu (tapi masih suci) jika :

1. Air tersebut telah berubah (di mana perubahan itu karena terkena benda suci, adapun jika berubah karena benda najis, maka air menjadi najis).

2. Air tersebut berubah karena benda yang bisa larut, seperti bubuk kopi. Jika tidak larut, seperti kayu, maka masih bisa digunakan untuk bersesuci.

3. Air tersebut benar-benar telah berubah, seperti menjadi juice, teh, dll.

B. Air suci tapi tidak mensucikan

Seperti air musta’mal, yaitu air yang telah digunakan untuk bersesuci (misalkan wudlu, mandi wajib, dsb) atau digunakan untuk membasuh basuhan wajib dalam wudlu atau mandi wajib itu. Adapun basuhan sunnah (seperti basuhan ke-2 dan ke-3 dalam wudlu) tidak menjadikan air menjadi musta’mal.

Air dihukumi musta’mal, jika air tersebut memenuhi 3 hal :

  1. sedikit (yaitu kurang dari 2 kolah / 217 liter);
  2. telah digunakan untuk bersesuci (seperti untuk wudlu, mandi besar, atau menghilangkan najis);
  3. telah menetes dari anggota tubuh yang dibasuh, dan tidak dengan niat mencibuk. Adapun jika seseorang, misalkan, setelah membasuh wajah berniat mencibuk air lagi untuk membasuh kedua tangannya, kemudian air bekas basuhan wajah yang ada di tangannya menetes ketika mencibuk, maka hal itu tidak menjadikan air menjadi musta’mal, selagi dia berniat untuk mencibuk).

Hukum air yang terkena najis :

  1. Jika air sedikit (yakni kurang dari 2 kolah / 217 liter), maka hukum air yang terkena najis tersebut menjadi najis, walaupun air tidak berubah.
  2. Jika air tersebut banyak (2 kolah / 217 liter, atau lebih), maka air tersebut masih dihukumi suci, kecuali jika menjadi berubah warna, atau rasa, atau baunya, maka air tersebut menjadi najis.

2. Wudlu

Wudlu adalah membasuh anggota-anggota tubuh tertentu, dengan niat tertentu.


Fardlu-Fardlu / Hal-Hal Wajib dalam Wudlu,

ada 6, yaitu:

  1. Niat.

Dengan mengatakan dalam hati : “saya niat wudlu untuk menghilangkan hadats, fardlu, karena Allah SWT” (nawaitul wudlu-a li raf’il hadatsil asghari fardlan lillaahi ta’aala).

Waktu niat adalah ketika awal kali membasuh wajah.

  1. Membasuh wajah.

Batas wajah yang wajib dibasuh adalah antara tempat tumbuhnya rambut kepala, hingga akhir dagu (batas memanjang), dan antara dua telinga (batas melebar).

  1. Membasuh dua tangan sekaligus kedua siku.
  2. Mengusap sebagian kulit kepala atau sebagian rambut kepala.
  3. Membasuh kedua kaki sekaligus kedua mata kaki.
  4. Berurutan.

Sunnah-Sunnah Wudlu, ada banyak, diantaranya :

  1. Melafadzkan niat dengan lisan.
  2. Membaca Basmalah (Bismillaahirrahmaanirahiim) dan Ta’awwudz (A’uudzu billaahi minassyaithoonirrojiim).
  3. Bersiwak.
  4. Membasuh kedua telapak tangan.
  5. Berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
  6. Memulai basuhan wajah dari bagian atas.
  7. Mengusap kedua telinga dengan air.
  8. Menggosok anggota tubuh dengan air.
  9. Menyela-nyelai jari tangan dan kaki.
  10. Menggerakkan cincin yang ada di jari tangan ketika dibasuh.
  11. Menghadap Kiblat.
  12. Duduk tatkala berwudlu.
  13. Menggunakan air secukupnya.
  14. Tidak berbicara ketika berwudlu.
  15. Tidak melebihi basuhan lebih dari 3 kali.

Syarat-Syarat Wudlu, ada 15, yaitu :

  1. Islam.
  2. Tamyiz (sekira bisa cebok sendiri atau merawat diri sendiri).
  3. Khusus perempuan harus bersih dari darah haid (darah datang bulan) dan darah nifas (darah setelah melahirkan).
  4. Bersih dari benda yang sekiranya bisa menghalangi sampainya air ke kulit, seperti cat atau lem kayu.
  5. Tidak ada benda di kulit yang bisa merubah air, seperti sabun, tinta, dsb.
  6. Mengetahui bahwa hukum wudlu adalah wajib.
  7. Tidak menganggap hal-hal fardlu dalam wudlu adalah sunnah, seperti anggapan bahwa membasuh muka adalah sunnah, padahal hukumnya wajib.
  8. Menggunakan air yang suci mensucikan.
  9. Menghilangkan najis yang terlihat oleh mata (‘ainiyyah).
  10. Mengalirnya air di seluruh anggota wudlu yang wajib dibasuh, tidak cukup dengan hanya mengusap dengan kain atau es.
  11. Yakin bahwa dia wajib berwudlu.
  12. Niat terus menerus sampai awal hingga akhir secara hukum (artinya, tidak ada hal yang bisa membatalkan niat tersebut, seperti murtad / keluar dari Islam, atau niat yang lain selain wudlu).
  13. Tidak mengikat niat dengan sesuatu yang lain (murni niat untuk wudlu).
  14. dan 15. Wudlu harus dikerjakan ketika sudah masuk waktu Shalat dan terus menerus tanpa putus. Kedua syarat ini khusus bagi orang yang selalu berhadats, seperti orang yang selalu keluar air kencingnya, atau air madzinya, atau wanita yang ber-istihadlah (keluar darahnya bukan karena haid atau nifas).

Hal-Hal yang Membatalkan Wudlu, ada 4 yaitu:

  1. Keluarnya sesuatu dari qubul (kelamin) atau dubur (lobang pantat), baik angin atau bukan, kecuali air mani.
  2. Hilangnya akal sebab tidur, gila, pingsan, mabuk, atau lainnya, kecuali tidur dengan posisi duduk yang rapat antara pantat dengan tempat duduknya.
  3. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan, yang kedua-duanya sudah besar (mengerti syahwat terhadap lawan jenis), bukan mahram, tanpa menggunakan batas (seperti kain, dsb).

Yang menjadi mahram seorang laki-laki ada 18: ibu, anak perempuan, saudari, bibi saudari ayah, bibi saudari ibu, anak perempuannya saudara laki-laki, anak perempuannya saudari perempuan, ibu susuan, anak perempuan sesusuan, saudari sesusuan, bibi saudari ayah sesusuan, bibi saudari ibu sesusuan, anak perempuannya saudara laki-laki sesusuan, anak perempuannya saudara perempuan sesusuan, ibunya istri (mertua perempuan), anak perempuannya istri (anak perempuan tiri), istrinya ayah (ibu tiri), istrinya anak (menantu).

  1. Menyentuh kelamin manusia atau lobang pantat, dengan menggunakan telapak tangan atau telapak jari.

3. Istinja’ (Cebok)

Yaitu menghilangkan najis dan kotoran yang keluar dari kelamin, dengan menggunakan air atau batu.

Cara ber-istinja’ ada 3, yaitu :

  1. Dengan menggunakan batu dan air. Cara ini yang paling utama. Batu untuk menghilangkan najis, dan air untuk menghilangkan bekasnya.
  2. Dengan menggunakan air saja.
  3. Dengan menggunakan batu.

Benda yang bisa digunakan ber-istinja’, harus memenuhi 4 hal:

  1. Suci, bukan najis atau yang terkena najis.
  2. Padat / keras.
  3. Bisa mengangkat najis, karena itu tidak boleh menggunakan kaca.
  4. Bukan benda yang terhormat, maka tidak diperbolehkan menggunakan tulang dan makanan manusia, demikian juga tidak boleh menggunakan kertas yang terdapat tulisan yang terhormat, seperti kertas yang terdapat catatan ilmu.

4. Mandi Wajib

Mandi wajib : membasuh seluruh badan dengan air secara merata, dengan niat khusus.

Hal-hal yang mewajibkan mandi, ada 6 yaitu :

  1. Hubungan suami istri.
  2. Keluarnya air mani.

Perbedaan antara air mani, madzi, dan wadi :

a.Mani : berwarna putih, pekat, Jika masih basah baunya

seperti adonan roti, jika sudah kering baunya seperti putih

telur.

b.Madzi : berwarna putih samar dan lengket, keluar sebab


hasrat seksual, sebelum hasrat betul-betul sempurna.

c.Wadi : berwarna putih tebal dan keruh, keluar setelah

kencing, atau ketika membawa barang bawaan yang berat. Hukumnya :

- Mani mewajibkan mandi, tidak membatalkan wudlu, dan hukumnya suci.

- Madzi dan Wadi hukumnya seperti air kencing (membatalkan wudlu dan hukumnya najis).

3. Haid (wajib mandi setelah darah berhenti).

4. Nifas (darah yang keluar setelah melahirkan).

5. Melahirkan. Wajib mandi walaupun melahirkan berupa gumpalan darah atau gumpalan daging.

6. Mati.

Kewajiban-Kewajiban ketika Mandi Wajib, ada 2, yaitu :

  1. Niat

Waktu niat : Ketika pertama kali membasuh badan.

Cara niat pada mandi wajib : niat dalam hati, dan disunnahkan untuk diucapkan dengan lisan, dengan mengatakan : “Aku niat menghilangkan hadats besar” (nawaitu raf’al hadatsil akbar), atau “aku niat mandi wajib” (nawaitu fardlal ghusli), atau “aku niat bersesuci untuk shalat” (nawaitut thaharah lis shalaati).

Jika wajib bagi seseorang untuk 2 mandi wajib sekaligus, seperti mandi sehabis bersetubuh (jima’) dan mandi karena keluar mani, maka cukup dengan satu niatan saja, misalkan dengan berniat, “aku niat mandi wajib”.

Dan jika wajib bagi seseorang mandi wajib dan mandi sunnah, seperti mandi sehabis bersetubuh dan mandi untuk Shalat Jum’at, maka dia diharuskan berniat untuk kedua-duanya, dengan berniat, “aku niat mandi wajib”, dan “aku niat mandi sunnah sebelum Shalat Jum’at”

2.Meratakan air ke seluruh badan.

Karena itu orang yang mandi wajib hendaknya selalu memperhatikan bagian-bagian tubuh yang dikhawatirkan tidak terkena air, seperti ketiak, lipatan-lipatan perut, lobang telinga, bagian dalam antara dua pantat, lobang pusar, dsb.


Kesunnahan-Kesunnahan ketika mandi wajib, diantaranya:

  1. Membaca “Bismillahirrahmanir rahim”.
  2. Wudhu sebelum mandi.
  3. Menghadap kiblat.
  4. Berdiri.
  5. Menggosokkan tangan ke seluruh tubuh.
  6. Bersambung (tidak terputus-putus).
  7. Mendahulukan bagian tubuh yang kanan dari yang kiri.

Mandi-mandi sunnah, antara lain :
  1. Mandi untuk Shalat Jum’at.
  2. Mandi hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
  3. Mandi hendak Shalat Istisqa (Shalat mohon hujan).
  4. Mandi hendak Shalat Gerhana Bulan.
  5. Mandi hendak Shalat Gerhana Matahari.
  6. Mandi sehabis memandikan mayat.
  7. Mandi bagi orang kafir ketika masuk Islam.
  8. Mandi bagi orang gila setelah sembuh.
  9. Mandi bagi orang pingsan setelah sadar.
  10. Mandi hendak ihram (haji atau umrah).
  11. Mandi hendak masuk Makkah.
  12. Mandi hendak wuquf (berhenti) di Arafah.
  13. Mandi hendak bermalam di Mudzdalifah.
  14. Mandi untuk melempar tiga jumrah.
  15. Mandi untuk thawaf (qudum, ifadlah, dan wada’).
  16. Mandi untuk sa’i (berjalan cepat pergi dan kembali antara bukit Shafa dan Marwah 7 kali).
  17. Mandi untuk masuk Madinah Al Munawwarah.

5. Najis-Najis

Najis adalah setiap benda kotor yang bisa mencegah keabsahan shalat, selagi tidak ada keringanan (misal keringanan adalah najis-najis yang dimaafkan/di-ma’fu, seperti darah yang sangat sedikit, najis yang tidak bisa terlihat, dsb).

Hukum-hukum seputar najis :

  • Setiap benda cair yang keluar dari kedua jalan (seperti air kencing dan lain-lain, termasuk kotoran manusia dan binatang) adalah najis, kecuali air mani (sperma).
  • Wajib membasuh semua yang terkena air kencing dan kotoran, baik kotoran manusia atau binatang, kecuali yang terkena air kencing anak kecil laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibunya. Air kencing anak tersebut bisa disucikan cukup dengan diperciki air sampai merata membasahi tempat yang dikenainya (keterangan lengkap lihat pembahasan tentang macam-macam najis).
  • Benda-benda najis yang dimaafkan adalah darah dan nanah yang sangat sedikit. Juga binatang kecil yang darahnya tidak mengalir, seperti lalat dan nyamuk (jika jatuh ke dalam tempat yang beirisi benda cair dan mati di dalamnya, maka binatang tersebut tidak menyebabkan benda cair itu najis).
  • Semua binatang suci, kecuali anjing, babi dan binatang yang diperanakkan dari anjing dan babi atau dari salah satunya (misalkan peranakan anjing dan kambing, maka anaknya itu najis).
  • Semua bangkai najis, kecuali bangkai ikan, belalang, dan mayat manusia.
  • Bulu hewan yang bisa dimakan (seperti kambing) setelah lepas dari tubuhnya adalah suci. Sebaliknya, bulu hewan yang tidak bisa dimakan (seperti kucing) setelah lepas dari tubuhnya adalah najis. Adapun sebelum lepas dari tubuhnya, maka hukum bulu tersebut ikut hukum tubuhnya (jika tubuh hewan itu suci maka bulu yang masih menempel di tubuhnya suci. Demikian juga sebaliknya, jika tubuh hewan itu najis, maka bulu yang masih menempel di tubuhnya najis).
  • Seluruh macam darah najis, kecuali 10 macam darah dihukumi suci, yaitu :
  1. Hati
  2. Minyak misik
  3. Limpa
  4. Darah yang ada dalam bangkai ikan
  5. Darah yang ada dalam bangkai belalang
  6. Darah yang ada dalam bangkai yang mati karena tertekan / terjepit
  7. Darah yang ada dalam bangkai yang mati karena tertusuk panah.
  8. Air mani yang keluar dalam bentuk darah
  9. Susu yang keluar dalam bentuk darah
  10. Janin (bayi).

· Hukum air susu binatang yang bisa dimakan (seperti susu kambing, susu sapi) adalah suci. Sebaliknya, susu binatang yang tidak bisa dimakan (seperti susu kucing) adalah najis, kecuali susu manusia (manusia tak boleh dimakan, namun air susunya suci).

· Hukum “basah-basah” pada kelamin wanita, yaitu air bening yang mempunyai sifat antara air madzi dan keringat, keluar dari bagian luar dan bagian dalam kelamin wanita, hukumnya terbagi menjadi 3 macam :

  1. Suci secara pasti : jika keluar dari bagian kelamin wanita yang wajib dibasuh ketika istinja’ (cebok).
  2. Najis secara pasti : jika keluar dari bagian paling dalam kelamin wanita.
  3. Suci menurut pendapat yang terkuat : jika keluar dari bagian yang tidak wajib dibasuh ketika istinja’ (cebok), namun bukan berasal dari bagian yang paling dalam.

Macam-macam najis yang dimaafkan ada 4, yaitu :

  1. Dimaafkan jika mengenai baju dan air : yaitu semua najis yang tidak dapat terlihat oleh mata.
  2. Dimaafkan jika mengenai baju, tapi tidak dimaafkan jika mengenai air : seperti darah yang sedikit.
  3. Dimaafkan jika mengenai air, tapi tidak dimaafkan jika mengenai baju : yaitu bangkai binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir, seperti lalat, nyamuk, semut, kutu, dsb.
  4. Tidak dimaafkan sama sekali (tetap najis) : yaitu semua najis selain yang disebutkan di atas.

Macam-Macam Najis dan Cara Menghilangkannya:

1. Najis Mughalladzah (Najis Berat)

Yaitu najis anjing, babi atau peranakan salah satunya.

Cara menghilangkannya : setelah dihilangkan benda najisnya, dibasuh dengan 7 basuhan, salah satunya dengan debu.

2. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)

Dikatakan sebagai najis ringan jika memenuhi 4 syarat, yaitu :

a. merupakan air kencing

b. dari anak laki-laki (bukan bayi perempuan)

c. umur anak laki-laki tersebut tidak lebih dari 2 tahun.

d. tidak pernah makan selain susu (adapun selain susu tapi bukan untuk makan, maka tidak mengapa, seperti minum minuman sebagai obat, dsb)

Jika salah satu syarat-syarat di atas tidak terpenuhi maka dihukumi sebagai najis mutawassithah (Najis Sedang).

Cara menghilangkan Najis Ringan / mukhaffafah adalah dengan cara memerciki air di tempat najis tersebut, sekira air percikan lebih banyak dari air kencing, dan dengan menghilangkan benda najis (air kencing tersebut) serta sifat-sifatnya (bau dan rasa).

3. Najis Mutawassithah (Najis Sedang)

Yaitu seluruh najis selain najis mughalladzah (berat) dan najis mukhaffafah (ringan). Najis mutawassithah dibedakan menjadi dua :

a. Najis hukmiyah, yaitu yang tidak punya warna, tidak punya bau, dan tidak punya rasa .

Cara mensucikannya : dengan mengalirkan air di tempat najis tersebut.

b. Najis ‘ainiyyah, yaitu yang mempunyai warna, bau, dan rasa.

Cara menghilangkannya : dibasuh dengan air hingga hilang warna, bau, dan rasanya.

6. Tayammum

Tayammum adalah meratakan debu ke wajah dan kedua lengan tangan, dengan niat tertentu.

Syarat-syarat tayammum ada 5 perkara :

  1. Adanya halangan untuk menggunakan air untuk berwudlu, misalkan karena bepergian atau sakit.
  2. Telah masuk waktu shalat.
  3. Berusaha mencari air (waktu mencari air harus setelah masuk waktu shalat).
  4. Tidak bisa mendapatkan air, atau berhasil mendapatkannya, namun air tersebut diperlukan untuk yang lain, misalkan untuk minum.
  5. Memakai tanah suci yang berdebu. Bila debu tersebut bercampur kapur, tepung, pasir, atau sebagainya, maka tidak bisa dipakai untuk tayammum.

Kewajiban-kewajiban dalam bertayammum, ada 5 :

  1. Memindah debu (dari tempatnya ke wajah dan kedua tangan, artinya dengan tidak, misalkan, menghadapkan wajah atau kedua tangan di tempat berhamburannya debu karena terpaan angin).
  2. Niat. Dengan berniat : “saya niat bertayammum agar bisa mengerjakan shalat” (nawaitut tayammuma li ibaahatis shalaati). Waktu niat adalah mulai dari memindah debu hingga mengusapkannya ke muka.
  3. Mengusap muka.
  4. Mengusap kedua tangan sekaligus kedua siku.
  5. Berurutan.

Sunnah-sunnah dalam bertayammum, ada 3 :

  1. Membaca “Bismillahirrahmanirrahim”.
  2. Mendahulukan mengusap tangan kanan dari tangan kiri.
  3. Bersambung (artinya, antara tiap-tiap pengusapan tidak berhenti).

Yang membatalkan tayammum ada 3 :

  1. Semua yang membatalkan wudlu.
  2. Sebelum melaksanakan shalat, melihat air.
  3. Murtad (keluar dari Islam).

7. Darah Haid, Nifas, dan Istihadhah

Ada 3 macam darah yang keluar dari kemaluan wanita, yaitu :

  1. Darah haid (darah datang bulan).
  2. Darah nifas.
  3. Darah istihadhah.

Darah haid : darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat, bukan karena bersalin, dan bukan darah penyakit.

Paling sedikit waktu haid adalah sehari semalam (24 jam). Dan paling banyaknya 15 hari. Umumnya 6 atau 7 hari.

Paling sedikit masa suci yang memisahkan antara dua haid adalah 15 hari.

Darah nifas : darah yang keluar setelah bersalin (melahirkan).

Paling sedikit waktu nifas adalah sekejap mata. Paling banyaknya 60 hari (beserta malamnya). Umumnya 40 hari.

Hukum Wanita yang Sedang Haid atau Nifas :

Diharamkan bagi orang yang sedang haid atau nifas 8 macam :

  1. Shalat.
  2. Puasa.
  3. Membaca Alquran.
  4. Menyentuh dan membawa Alquran.
  5. Masuk ke dalam masjid.
  6. Thawaf.
  7. Bersetubuh (melakukan hubungan suami istri).
  8. Menikmati bagian tubuh antara pusar dan lutut.

Darah istihadhah : darah yang keluar pada selain hari-hari haid dan nifas.

Wanita yang mengeluarkan darah istihadhah hukumnya berbeda dengan wanita yang mengeluarkan darah haid atau nifas. Wanita yang mengeluarkan darah istihadhah tetap wajib shalat, shalatnya sah dan tidak perlu diqadla lagi. Jika datang bulan Ramadlan wajib untuk berpuasa, dan boleh bagi suaminya untuk menyetubuhinya walaupun disertai dengan keluarnya darah.

Wanita ber-istihadhah yang ingin melaksanakan shalat harus melakukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Membersihkan najis di tubuhnya, baik darah maupun najis-najis lain.
  2. Kemudian menyumpal tempat keluarnya darah dengan kain atau yang lain, kecuali jika terasa sakit, atau sedang berpuasa, karena hal itu bisa membatalkan puasanya. Jika tidak cukup sumpalan itu, wajib untuk dibalut lagi di atasnya.
  3. Setelah itu, dia harus segera berwudlu. Syarat wudlu tersebut harus setelah masuk shalat, dan dilakukan bersambungan tanpa berhenti.
  4. Setelah itu, dia wajib bersegera untuk shalat, tidak boleh diundur-undur, kecuali jika pengunduran itu karena untuk kepentingan shalat, seperti menjawab adzan, atau shalat qabliyyah / sunnah sebelum shalat, dll.

Haram bagi orang junub (berhadats besar) mengerjakan 5 hal :

  1. Shalat.
  2. Membaca Alquran.
  3. Menyentuh dan membawa mushaf (Alquran).
  4. Thawaf.
  5. Berdiam di masjid.

Haram bagi orang yang berhadats kecil (orang yang kencing, kentut, dsb) mengerjakan 3 hal :

  1. Shalat.
  2. Thawaf.
  3. Menyentuh dan membawa mushaf (Alquran).

No comments:

Post a Comment